Halaman

Senin, 09 April 2012

pengembangan sistem air gembut lgnasius


  
PENDAHULUAN

Air merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dan kehidupan mahluk hidup lainnya Manfaat  air  diantaranya  untuk  minum,  pembawa  zat  makanan  pada tumbuhan,  zat  pelarut pembersih  dan  sebagainya  (Pandia,  1995).  Dix  (1981) mencatat  berbagai kebutuhan air  yang  dapat  digolongkan menurut  lima kategori yaitu keperluan masyarakat, keperluan industri, pembangkit tenaga listrik, kebutuhan pertanian dan sarana rekreasi. Penyediaan air bersih  merupakan kebutuhan utama manusia untuk kelangsungan hidupnya dan menjadi faktor penentu  kesehatan dan kesejahteraan manusia.  Karena itu diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas air bersih dengan cara pengolahan sumber air bersih.
Pengolahan air bersih merupakan upaya pengubahan sifat fisika, kimia dan biologi untuk mendapatkan air yang bersih dan sehat sesuai dengan standar mutu air untuk kesehatan (Kusnaedi, 2002). Proses pengolahan air bersih dapat dimulai dari yang sederhana sampai rumit dan lengkap.  Sistem pengolahan air yang digunakan tergantung pada kualitas air  bakunya dan tingkat  kemurnian air  yang diinginkan (Dix, 1981). Umumnya dikenal dua cara pengolahan air yaitu  pengolahan lengkap dan pengolahan sebagian (Pandia dkk, 1995). Pengolahan lengkap adalah  proses pengolahan air secara lengkap baik fisik, kimia maupun bakteriologik.                                                                                                             Cara ini biasanya  dilakukan  untuk  air  sungai  yang  kotor  dan  keruh.                                                          Sedangkan  pada pengolahan  sebagian  hanya  dilakukan  proses  kimiawi  atau  bakteriologi  saja. Pengolahan ini biasanya dilakukan untuk mata air bersih dan air sumur yang dangkal maupun dalam.
Proses koagulasi flokulasi dalam pengolahan air minum sangat penting untuk ditinjau lebih  jauh karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses purifikasi  air  berikutnya  dan  kualitas  air  produksi.  Jenis  koagulan  yang  sering dipakai adalah alumunium sulfat (alum) dan poly alumunium chloride (PAC). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tipe dan konsentrasi optimal koagulan, yang diaplikasikan  pada  air  baku  berupa  air  gambut  di  wilayah  Propinsi  Kalimantan Tengah. Hal ini sangat diperlukan untuk membuat perencanaan rancangan intsalasi
pengolahan air bersih di wilayah tersebut.


METODOLOGI

Untuk mempercepat proses pengendapan partikel di dalam air baku, seringkali diperlukan koagulan. Dua jenis koagulan utama yang akan dikaji adalah Alum sulfat (Al2(SO4)3) dan Poly  Aluminium Chloride (PAC). Kedua jenis koagulan tersebut paling banyak dipakai dan mudah diperoleh di pasaran. Variasi konsentrasi koagulan akan diaplikasikan (0 s/d 200 ppm) pada berbagai jenis air baku. Proses koagulasi bisa terhambat jika tingkat kekeruhan terlalu rendah atau terlalu  tinggi. Untuk itu perlu ditemukan batas optimal pemakaian koagulan pada kondisi kekeruhan air baku yang berbeda.
Flokulasi adalah proses lanjutan dari koagulasi. Terbentuknya flok-flok yang baik biasanya diawali oleh proses koagulasi yang efisien. Kualitas flok-flok tersebut akan mempengaruhi cepat  atau lambatnya partikel-partikel mengendap dalam bak sedimentasi.  Pada  tahap  ini  akan  diliha tingkat  efisiensi  flokulasi  dan  waktu sedimentasi yang diperlukan sesuai dengan karakteristik air baku yang masuk dalam tahap sebelumnya.
Dalam rangka menentukan kondisi kombinasi optimal, maka digunakan alat jar test (Type VELP FP4) delengkapi dengan 4 becker glass bervolume masing-masing
1 liter.  Kecepatan putar  maupun waktu  putar  alat  tersebut,  dapat  diatur.  Secara umum,  penambahan koagulan dilakukan pada saat awal (t=0 mn), diikuti dengan pengadukan  cepat  100  RPM  selama  2  menit  untuk  homogenisasi  larutan            dan pengaduka lambat                                 selam 10  menit   untuk   prose pembentuka flo dan pengendapan.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Kemampuan  PAC  dalam  proses  koagulasi  flokulasi,  menunjukkan  bahwa dengan tanpa  penambahan koagulan, tingkat kekeruhan awal 91 NTU, cenderung konstan pada kisaran 81 - 87  NTU selama 10 menit jar test (Gambar 1). Sehingga bisa  dikatakan  bahwa  tanpa  adany koagulan,  tidak  terjadi  penurunan  tingkat kekeruhan, atau dengan kata lain tidak terjadi proses koagulasi dan flokulasi selama
jar test berlangsung.





Gambar1.: Kondisi air gambut sebelum dan sesudah penambahan koagulan

Penambahan koagulan pada konsentrasi 80 mg/l meningkatkan kekeruhan awal menjadi  362  NTU.  Pada  konsentrasi  ini  tampak  bahwa  koagulan tidak  mampu menurunkan kekeruhan, karena nilainya berada dalam kisaran 270 NTU sampai 10 menit pertama. Pola variasi tingkat kekeruhaan mulai terjadi pada konsentrasi PAC
120 mg/l. Nilai kekeruhan awal 348 NTU turun menjadi 108 NTU pada menit ke 1 dan berada pada kisaran 50 60 NTU setelah menit ke 1.5 (Gambar 2).  Kondisi ini tentu saja belum mencapai tingkat kekeruhan yang ideal.
Pada penambahan PAC 160 mg/l, tingkat kekeruhan awal 121 NTU turun menjadi 34 NTU di menit ke 0.5, dan mencapai nilai di bawah 5 NTU setelah menit ke 1. Hal ini membuktikan bahwa konsentrasi PAC 160 mg/l merupakan konsentrasi optimal, mengingat dengan penambahan PAC menjadi 200 mg/l, tingkat kekeruhan yang dihasilkan tidak lebih baik atau bahkan cenderung meningkat pada kisaran 4 9
NTU setelah menit 1.5.


Pola variasi yang sama ditemukan pada uji kemampuan alum yang hasilnya ditampikan  dalam  Gambar  3.  Seperti pada  kasus  PAC,  penambahan  alum pada konsentrasi 80 mg/l juga  tidak mampu menurunkan tingkat kekeruhan yang cukup tinggi, nilainya masih di atas 200 NTU dipenghujung 10 menit waktu pengendapan. Penurunan kekeruhan di bawah 100 NTU meulai terjadi pada penambahan alum 120 mg/l, setelah menit ke 1. namun kisaran rata-rata kekeruhan adalah 20  NTU mulai menit ke 3 waktu pengendapan.
Perbaikan mulai terjadi dengan penambahan alum 160 mg/l, dengan kekeruhan awal 157  NTU,  turun menjadi 28 NTU pada menit ke 0.5 dan berada di bawah 6
NTU  setelah  menit  ke  2.  Hasil  ini  mengkonfirmasi  hasil  sebelumnya  bahwa penambahan  koagulan minimal 160  mg/l diperlukan agar  proses penjernihan air gambut  berjalan  secara  optimal.  Sementara  itu  penambahan  alum  lebih  banyak tampaknya tidak  berarti meningkatkan  efisiensi,  karena  cenderung  meningkatkan kekeruhan karena setelah menit ke 2, nilai kekeruhan  berada dalam kisaran 10 20
NTU.


KESIMPULAN



Proses koagulasi flokulasi dalam pengolahan air minum sangat penting untuk ditinjau lebih  jauh karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses purifikasi  air  berikutnya  dan  kualitas  air  produksi.  Jenis  koagulan  yang  sering dipakai adalah alumunium sulfat (alum) dan poly alumunium chloride (PAC). Jar test koagulan dilakukan untuk menentukan efisiensi koagulasi dan waktu sampling. Dari hasil penelitian  ini dapat  disimpulkan kekeruhan air  baku  mempengaruhi  waktu sedimentasi.  Tingkat  kekeruhan air  gambut  yang  rendah cenderung  memerlukan penambahan konsentrasi koagulan yang cukup tinggi (di atas rata-rata normal 40 s/d
60  mg/l).  Proses  koagulasi  cenderung  lambat  dengan  karakteristik  flok  yang terbentuk  halus  dan  ringan.  Penambahan  bahan  bantu  koagulan  disinyalir  dapat meningkatkan efisiensi koagulasi dan flokulasi.



DAFTAR PUSTAKA

Alqadrie R WN, Sudarmadji & Yunianto T (2000).:Pengolahan air gambut untuk persediaan air bersih., Teknosains 13(2) Mei

Dix, H.M.,  1981. Environmental Polution.  John Willey and sons.  New York


Gebbie, P.  2001. Using PolyAlum Coagulants in  Water  Treatment. 64th  Annual Water     Industry  Engineers and Operators Conference. Fisher Pty Ltd. USA. pp.1-9

Haines, M.G. 2003. Impact of Dual Alum and PolyAluminium Chloride Coagulation on Filtration. Colorado State University. Colorado. pp.24-65

Iswono (2001).:Efektivitas PAC terhadap penurunan intensitas warna air gambut di
Siantan Hulu Kota Pontianak.Skripsi Undip Semarang

Kasmono (2007).:Efektivitas PAC dan Tawas dalam menurunkan warna air gambut di Singkawang, Kalimantan Barat. Skripsi Undip Semarang

Kusnaedi,  2002.  Mengolah  air  gambut  dan  air  kotor  untuk  diminum.  Penebar
Swadaya.

McGhee,  T.J.  1991.  Water  Supply  and  Sewage.  6  th  Edition.  McGraw  Hill
International Edition. Singapore

Mu'min B. (2002).:Penurunan zat organik dan warna pada pengolahan air gambut menggunakan  membran ultrafiltrasi dengan aliran cross flow yang didahului dengan  proses  koagulasi/flokulasi dan  adsorpsi  karbon  aktif.,  Thesis  ITB Bandung Teknik Lingkungan

Pandia,S., A.Husin dan Z.Masyithah, 1995. Kimia Lingkungan. Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Said  N.I  (2008).:Teknologi pengolahan  air  minum  :  Teknologi pengolahan  air gambut sederhana. BPPT Press

Zhan, H, X.Zhang, and X .Zhan. 2004. Coagu-Flocculation Mechanism of Flocculant and Its Physical Model. Separation Technology VI: New Perspectives on Very Large-Scale Operations. RP3 (8): 1-11





































Tidak ada komentar:

Posting Komentar