Halaman

Selasa, 10 April 2012

KEBIJAKAN PUBLIK


KEBIJAKAN PUBLIK

A.Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan proses penggunaan kewenangan negara yang bereksprimen terhadap orang banyak. Dari pemaknaan tersebut, para ilmuan cendrung melakukan simplifikasi terhadap teori kebijakan publik sehingga mengakibatkan permasalahan dilevel implementasi. Para ilmuan telah banyak melakukan pemaknaan terhadap kebijakan publik tersebut, namun sebagian besar proses itu bias, ilmuan justru dimanfaatkan sebagai instrumen bagi kenyamanan pengusaha. Setidaknya terhadap empat lapis pemaknaan dari kebijakan publik yang dapat dipahami antara lain sebagai berikut:
1. Decision making (pengambilan keputusan)
2. Kebijakan dimaknai sebagai serangkaian fase kerja pejabat publik.
3. Kebijakan publik bisa berupa ‘ intervensi’ sosio kultural dengan mendayagunakan berbagai instrumen untuk mengatasi persoalan publik.
4. Pemaknaan yang paling dalam adalah bagaimana memahami kebijakan publik sebagai interaksi negara dengan rakyatnya dalam rangka mengatasi persoalan publik.
5. Melalui keempat lapisan pemaknaan diatas, para ilmuwan mengklasifikasikan terhadap pemaknaan yang telah banyak dilakukan dalam teori kebijakan publik. Khusus kebijakan publik sebagai suatu bentuk Decision making antara lain:
a)Thomas R. Dye:” publik policy is whatever goferments choose to do or not to do,” atau definisi yang lebih konkrit yang dikatakan oleh peters,” publik policy Erwan Agus Purwanto (1997) dalam tesisnya berpendapat bahwa kebijakan publik selalu berhubungan dengan keputusan. Keputusan pemerintah yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat melalui instrumen-instrumen kebijakan yang dimiliki oleh pemerintah berupa hukum, pelayanan, transfer dana, pajak dan anggaran-anggaran.
b)     Graham Allison (1971) dalam lele(1999) kebijakan publik merupakan hasil kompetisi dari berbagai entitas atau departmen yang ada dalam suatu negara dengan lembaga-lembaga pemerintahan sebagai aktor utamanya yang terikat oleh kontek, peran, kepentingan, dan kapasitas organisasinya.
c) Menurut Carl Friedrich, kebijakan publik adalah suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberi hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu. Dalam hal ini pemerintah berhak memberi hambatan dan kesempatan terhadap kebijakan tersebut. Pemerintah masih bisa dikatakan otoritatif meskipun kebijakan tersebut memiliki tujuan dan sasaran demi kepentingan masyarakat. Kebijakan publik merupakan arah-arah yang bersifat otoritatif untuk melaksanakan tindakan-tindakan pemerintah didalam yurisdiksi nasional, regional dan lokal.
d)     Edwards dan Sharkansky mengatakan bahwa kebijakan negara adalah apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan oleh pemerintah atau apa yang tidak dilakukan.
e)William N. Dunn merumuskan kebijakan publik sebgai berikut: Kebijakan publik (publik policy) adalah pedoman yang berisi nilai-nilai dan norma-norma yang mempunyai kewenangan untuk mendukung tindakan-tindakan pemerintah dalam wilayah yurisdiksinya.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi (Nugroho R., 2004; 1-7). Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati. Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan (Thomas Dye, 1992; 2-4).
Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai public actor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan: (Aminullah dalam Muhammadi, 2001: 371 – 372):
bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh. Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan: (Ndraha 2003: 492-499) bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi actor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat. Meski demikian kata kebijakan yang berasal dari policy dianggap merupakan konsep yang relatif (Michael Hill, 1993: 8): The concept of policy has a particular status in the rational model as the relatively durable element against which other premises and actions are supposed to be tested for consistency.
Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam Kybernology adalah sistem nilai kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan. Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional, model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem. Selanjutnya tercatat tiga model yang diusulkan Thomas R. Dye, yaitu: model pengamatan terpadu, model demokratis, dan model strategis. Terkait dengan organisasi, kebijakan menurut George R. Terry dalam bukunya Principles of Management adalah suatu pedoman yang menyeluruh, baik tulisan maupun lisan yang memberikan suatu batas umum dan arah sasaran tindakan yang akan dilakukan pemimpin (Terry, 1964:278). Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin (Said Zainal Abidin,2004:31-33) dapat dibedakan dalam tiga tingkatan:
1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang.
3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.
Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan. Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu. Selanjutnya Bill Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai: (Michael Hill, 1993: 34)
B.KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK
     Konsep kebijakan publik menurut David Easton sebagai berikut: Alokasi nilai yang otoritatif untuk seluruh masyarakat akan tetapi hanya pemerintahlah yang dapat berbuat secara orotitatif untuk seluruh masyarakat, dan semuanya yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan adalah hasil-hasil dari alokasi nilai-nilai tersebut. Kebijakan piblik sebagai serangkaian fase kerja pejabat publik. Randall B. Ripley menganjurkan agar kebijakan publik dilihat sebagai suatu proses dan melihat proses tersebut dalam model sederhana untuk dapat memahami konstelasi antar aktor dan interaksi yang terjadi didalamnya. Sedangkan James A. Anderson,”........a purpose course of action followed by an actor or set of actor in dealing with a problem or matter concer.” Sserangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah. Dalam konteks definisi ini,seorang atau sekelompok pelaku bisa disamakan dengan pemerintah atau pejabat publik. Selanjutnya arson mengatakan bahwa publik polices are those policies developed by governmental bodies and offical ( kebijakan negara-negara adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan dan pejabat-pejabat pemerintsh). Amir sentoso mengemukakan pandangannya mengenai Kebijakan publik yakni:
1.   Pertama adalah pendapat para ahli yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah. Mereka cendrung untuk menganggap bahwa semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik.
2.   Kedua adalah pendapat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksana kebijaksanaan.
C. KEMAMPUAN ADMINISTRATOR KEBIJAKAN PUBLIK
Administrator kebijakan publik harus mampu menganalisis suatu alat diarahkan untuk dapat menemukan data dan informasi yang akurat,aktual dan berbagai alternatif tindakan. Pemecahan yang tepat untuk dipilih. Kebijakan adalah tindakan yang secara sengaja dilakukan seorang aktor berkenaan dengan adanya masalah tertentu yang dihadapi. Publik adalah orang banyak (umum), masyarakat. Kemampuan lain yang harus dimiliki administator kebijakan publik adalah:
1. Memiliki kemampuan atau keahlian dalam ketatanegaraan
2. Tanggung jawab dan kemauan yang tinggi membuat kebijakan sesuai dengan yang diharapkan, diantaranya adalah
a)Kebijakan nasional adalah suatu kebijakan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam mencapai tujuan nasional. Yang berwenang menetapkan adalah MPR,Presiden, dan DPR. Misal: UU,PP dan PERPU.
b)               Kebijakan umum adalah suatu kebijakan presiden sebagai pelaksana UUD, UU untuk mencapai suatu tujuan nasional.
c) Kebijakan Pelaksana merupakan penjabaran dari kebijakan umum sebagai strategi peleksanaan tugas dibidang tertentu.
Suatu kebijakan publik menjadi efektif bila dilaksanakan dan mempunyai dampak yang positif bagi masyarakat, pembuat keputusan harus mempunyai pengetahuan cukup tentang nilai-nilai masyarakat dan kemampuan secara tepat menghitung rasio biaya dan kemungkinan alternative.
Faktor – faktor yang menyebabkan orang mematuhi kebijaksanaan publik :
1.   Keadarn menerima kebijakan
2.   Dibuat sah, konstitusional dan dibua pemerintah yang berwenang melalui prosedur.
3.   Adanya kepentaingan pribadi
4.   Saksi hukuman, bila tidak dilaksanakan
5.   Kebijakan wajar, dan dapat diterima
6.   Kebijakan mengikat dan dipatuhi.
Prinsip kebijakan publik
1.   Dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakan pemerintah
2.   Dilaksanakan dalam bentuk nyata
3.   Mempunyai maksud dadn tujuan tertentu
4.   Untuk kepentingan seluruh masyarakat
5.   Selalu berorientasi tujuan dan tindakan

D. KEBIJAKAN DEPKES DALAM SDM KEPERAWATAN
Kebijakan dan langkah-langkah pengadaan tenaga kesehatan khususnya keperawatan.
1. TI:
  Menjelaskan kebijakan publik dan pemerintah dalam pelayanan keperawatan .
2. TIK:
a)     Kebijakan dan langkah-langkah pemerintah dalam pengadaan tenaga kesehatan khususnya keperawatan.
b)     Kebijakan dan langkah-langkah pemerintah dalam pengadaan tenaga kesehatan khususnya keperawatan.
Analisis dan situasi kecendrungan
1.   Penyediaan dan pengadaan tenaga kesehatan khususnya keperawatan meliputi jenis, jumlah, kompetensi dan tempat disesuaikan dengan kebutuhan.
2.   Penggunaan tegana kesehatan khususnya tenaga medis dan keperawaatan yang diperlukan untuk menunjang paradigma sehat akan semakin meningkat.
3.   Mutu pendidikan baik pendidikan formal maupun pelatihan yang mampu berfikir dan bekerja dengan profesionalisme yang tinggi, mandiri, bertanggung jawabdan bertanggung gugat serta etis. Jumlah perawat dan bidan dengan jenjang pendidikan menengah akan menurun seiring dengan peningkatan jumlah perawat dan bidan dengan pendidikan minimal DIII.
4.   Kemampuan institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. Penata laksanaan institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan ditempuh secara efektif dan efisien. SI Keperawatan ?Ners akan menghasilkan sekitar 500 perawat profesional pertahun dengan standar yang tinggi.
5.   Pendidikan berkelanjutan terutama untuk tenaga mahir dan spesialis, serta tenaga-tenaga yang berskala internasional.
6.   Kerja sama institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. Pengembangan kerja sama dalam dan luar negri, pengembangan kurikulum dengan pelibatan organisasi profesi.
Isu atrategis    
1.   Mutu peserta didik dari hasil pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan masih terbatas. Kemandirian, akuntabilitas dan daya saing tenaga keperawatan masih lemah.
2.   Peningkatan kualitas institusi pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan keperawatan merupakan tantangan penting untuk tersedianya tenaga keperawatan yang bermutu tinggi.
3.   Upaya peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan: tujuan, orientasi dan kerangka konsep pendidikan masih kurang memperhatikan pentingnya: paradigma sehat, kaidah agama dan moral, dasar-dasar atau prinsip-prinsip pembangunan kesehatan, etika pelayanan perorangan, hukum kesehatan dan kedokteran.
4. Pengaruh globalisasi akan menyebabkan lebih banyak terjadi masuknya tenaga keperawatan asing. Karena itu mutu tenaga keperawatan harus ditingkatkan menjadi berstandar internasional (World Class Quality)
Kebijakan pendidikan dan pelatihan tenaga keperawatan
1. Pemekaran dan penciutan jumlah dan jenis pendidikan dan pelatihan tenaga keperawatan sesuai keperluan untuk meningkatkan pemerataan.
2. Peningkatan kemampuan akademik dan profesional serta jaminan kesejahteraan tenaga pendidik keperawatan untuk peningkatan mutu pendidikan keperawatan menuju standar internasional dengan melibatkan organisasi profesi.
3. Pemantapan sistem pendidikan dan pelatihan tenaga keperawatan mendukung tercapainya paradigma sehat secara berjenjang dan bertahap.
4. Pelembagaan institusi pendidikan tenaga kesehatan khususnya yang dibina oleh departmen kesehatan menjadi politehnik kesehatan ( Poltekses ), penyelenggaraan pendidikan tinggi SI, Magister, dan Spesialis dilakukan oleh perguruan Tinggi/ Universitas.
5. Peningkatan peran aktif masyarakat,baik dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan tenaga keperawatan maupun dalam dukungan dana pendidikan.
E. DESENTRALISASI DALAM BIDANG KESEHATAN
Desentralisasi pembangunan kesehatan bertujuan untuk mengoptimalkan pembangunan bidang kesehatan dengan cara lebih mendekatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan sistem desentralistik diharapkan program program pembangunan kesehatan lebih efektif dan efisien untuk menjawab kebutuhan kesehatan masyarakat. Hal ini dimungkinkan karna sistem desentralistik akan memperpendek rantai birokrasi. Selain itu, sistem desentralistik juga memberi kewenangan bagi daerah untuk menentukan sendiri program serta pengalokasian dana pembangunan kesehatan di daerahnya. Keterlibatan masyarakat menjadi kebutuhan sistem ini untuk dapat lebih mengeksplorasikan kebutuhan dan kompetensi lokal.
Pengrtian Dsentralisasi dalam arti umum didefinisikan sebagi pemindahan kewenangan, atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintahan, manajenen dan pengambilan keputusan dari tingkat nasional ketngkat daerah ( Rondinelli, 1981 ). Secara lebih umum desentralisasi didefinisikan sebagai pemindahan kewenangan, kekuasaan, perencanaan pemerintahan, dan pengambilan keputusan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi ke tingkat yang lebih rendah ( Mill, dkk, 1989 ). Dalam bidang kesehatan desentralisasi kesehatan berarti memberikan peluang yang lebih besar bagi daerah untuk memanajemen usaha-usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat didaerah tersebut. Sejatinya masalah kesehatan bukan mutlak urusan pusat, namun merupakan urusan bersama pusat, provinsi, dan kabupaten/ kota.
Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan, antara lain adalah sebagai berikkut:
1. Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis yang berdasarkan atas aspirasi masyarakatnya
2. Pemerataan pembangunan dan pelayanan kesehatan.
3. Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan didaerah yang selama ini belum tergarap.
4. Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur pemerintah yang selama ini hanya mengacu pada petunjuk atasan,
5. Menumbuhkembangkan pola kemandirian pelayanan kesehatan ( termasuk pembiayaan kesehatan ) tanpa mengabaikan peran serta sektor lain.
Sedangkan pada dampak negatif muncul pada dinas kesehatan yang selama ini terbiasa dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat diharuskan membuat kebijakan dan program sendiri. Jika pemerintah tidak memiliki sumber daya yang handal dalam menganalisasi kebutuhan, mengevaluasi program dan membuat program, maka program yang dibuat tidak akan bermanfaat. Selain itu pengawasan dana menjadi hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyelewengan anggaran.
Kebijakan Desentralisasi Kesehatan Meliputi:
1. Memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemeretaan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.
2. Didasarkan kepada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
3. Desentralisasi bidang kesehatan yang luas dan utuh diletakkan di kabupaten dan kota, sedangkan desentralisasi bidang kesehatan di propinsi terbatas.
4. Pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetep terjamin hubungan yang serasi antar pusat dan daerah serta antar daerah.
5. Lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dengan meningkatkan kemampuan daerah dalam pengembangan sistem kesehatan dan manajemen kesehatan.
6. Harus lebih meningkatkan peran dan fungsi badan legislatif daerah, baik dalam hal legislatif daerah, baik dalam hal fungsi legislasi, fungsi pengawasan, maupun fungsi anggaran.
7. Sebagai pelengkap, dilaksanakan pula dekonsentrasi bidang kesehatan yang diletakkan didaerah propinsi sebagai wilayah administrasi.
8. Dimungkinkan pula dilaksanakan tugas pembantuan bidang kesehatan, khususnya dalam hal penanggulangan kejadian luar biasa, bencana, dan masalah-masalah kegawat daruratan kesehatan lainnya.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar